Lebaran Liburan ke Takengon
Ada sebuah tradisi di daerah saya mengatakan jikalau lebaran idhul adha dilarang berkeliaran alias jalan-jalan karena orang haji sedang wukuf di arafah jadinya pamali bisa kecelakanan, hal ini pernah menjadi momok yang menakutkan kala SMP dimana saya hanya berani lebaran di satu kecamatan saja karena petuah orang tua dulu. Namun sekarang ini hanya terlihat seperti tradisi yang memastikan remaja labil dulu tidak balapan dan berkelana buana jauh kalau lebaran. Sebaliknya lebaran sekarang banyak yang liburan kala idul adha dan bersilaturahmi mudik kalau idul fitri. Btw niat saya mau kabur ke medan di hari kedua namun berakhir ke takengon , aceh tengah karena jalan-jalannya berpindah haluan dadakan.
Secara khalayak ramai, wisata Aceh yang paling ramai dipadati kala tanggal libur ialah sabang dan takengon, tempat ini punya kharateristiknya masing-masing, seperti penampakan di laut sabang yang mempesona, dan visual penggunungan alam takengon yang begitu menabjubkan. Sekilas terlihat seperti swiss lowbudget saking terawatnya kota di tengan aceh ini. Pertama kali kala saya berkunjung kesini 2019 penampakan benar benar menyihir mata kala melihat kota takengon dari penampakan bur telege. Tempat ini benar-benar kaya spot selain penampakan danau air tawar nya, penampakan bukit dan permadani alam hijaunya semakin memperkaya visual, di tengah kota terkhusus lagi kala malam pun penampakan kota dingin ini sungguh gemerlap indah.
Saya berangkat dari jam 9 di aceh besar, kami mengejar tol dengan menghemat waktu 2 sampai 3 jam, salah satu tol posisinya belum dibuka resmi alias hanya pada status lebaran sehingga membuat atrian bludak di pintu masuk karena gratiss. Tapi syukurnya ini menghemat banyak waktu walau harus antri 20 menit jadi masih aman. perjalanan kami juga jarang berhenti karena lokasinya masih disatu provinsi jadi kami pastikan untuk sampai sebelum sore atau pentang sebagaimana perjalanan kami sebelumnya. Akhirnya kami sampai di takengon jam 3 setelah muntah 2 kali kala melewati rute gunung yang kaya belokan selama 2 jam ditambah cuaca dingin yang bikin makin mudah lapar. ya Asam lambung saya kumat.
Kami sampai dan segera mencari hotel, suasana terlihat mendung dengan jalanan yang masih basah sisa hujan yang mengguyur kota ini. Penampakan hotel pertama yang terlihat mempunyai posisi strategis dengan tempat makan akhirnya jadi pelarian kami, akhirnya kami memilih tempat ini terkhusus hotelnya dilengkapi mini market dan restoran cepat saji juga sehingga jikalau mendadak kelaparan belum jam makan dan mager kami tahu mau kemana. Namun kala itu karena terlalu lapar akhirnya kami pesan makanan dan berakhir istriharat do hotel kisaran sejam untuk menetralkan lambung dan kepala yang masih hoyong setelah berulang kali bangun tidur di mobil. Baru setelah shalat ashar kami kembali keluar untuk melihat panorama kota diatas awan ini.Legenda Putri Pukes
Kota takengon menjadi salah satu kota dingin yang ada di aceh namun sejujurnya tidak sedingin dulu lagi yaitu kala 2019 saya kesini suhunya mencapai 9 drajat waktu malam, hal ini mengingatkan saya pada kota dieng yang bahkan saking dinginnya membuat teman saya mimisan, namun kali ini hanya 17 drajat (masih dingin sih tapi perubahan suhunya membuat saya tidak bergantung pada jacket tebal seperti dulu) saya keluar dengan kondisi hujan baru saja berhenti membuat jalanan terlihat padat, tempat ini benar-benar tidak lesu dari wisatawan, akhirnya perjalanan terlihat seperti rombongan kala mencoba mampir melihat sisi danau laut tawar yang sudah di penuhi penginapan eksotis. Perjalanan kami disore membuat saya jadi terbatas mengambil gambar, atau berkelana buana, namun ibu saya sanget tertarik ada tempat wisata putri pukes jadi kami menuju kesana, salah satu tempat yang mempunyailegenda bagi masyarakat gayo sendiri yaitu bercerita tentang seorang putri raja yang sangat cantik bernama pukes yang di sukai oleh banyak bangsawan hingga menerima banyak lamaran dari pangeran namun hatinya hanya tertuju pada seorang pemuda biasa dari desa. Faktor perbedaan status tersebut akhirnya membuat sang ibunya melarang hubungan mereka. Sang putri bersedih, namun sang pemuda tak menyerah. Ia meminta restu agar bisa menikahi Putri Pukes. Ibunda sang putri pura-pura setuju, tetapi dengan satu syarat: Putri Pukes dilarang menoleh ke belakang selama perjalanan ke rumah suaminya nanti. Hari pernikahan pun tiba. Putri Pukes berjalan menuju rumah sang pemuda diiringi rombongan. Namun di tengah jalan, terdengar suara ibunya memanggil dari belakang karena tidak tega melepaskan anaknya masih. Karena ragu dan rasa sayang, Putri Pukes menoleh kebelang dan Sekejap itu pula, tubuhnya berubah menjadi batu. Batu itu kini dikenal sebagai Batu Putri Pukes yang saat ini masih aktif di banjiri wisatawan tempatnya berada dalam goa tersebut, namun terlepas dari legenda tersebut jikalau bertanya para tour disana patung tersebut sebatas berhala yang mempunyai konotasi berbeda dari legenda atau cerita yang di dengar, saya juga masih bingung dengan ceritanya kenapa ibunya mengIsyaratkan anaknya sampai jadi patung, apa karena tidak tega dilepaskan dan memilih anaknya mematung dari pada dinikahkan dengan orang biasa? entahlah sayapun tidak selesai dengan cerita ini yang pasti gua ini mempunya banyak hal yang belum tuntas terutama karena kami sampai disana kalau jam menunjukan angka genting (mau magrib jadi rada takut masuk gua hoho) jadi berakhir tidak masuk dan memilih photo ibu saya di depan pintu utama yang ingin pamer cerita liburannya nanti sebagai dokumentasi.
Pulang dari sini kami melanjutkan perjalanan sembari melirik spot baru, namun sayangnya karena mendung tidak ada penampakan sunset untuk di abadikan, pada sisi lain penampakan kudaa terlihat seperti sapi berkeliaran, ya tempat ini kaya akan kuda bahkan pada tanggal tertentu juga acara khsuus untuk balapan kuda yang sering menarik banyak turisi. Lagi lagi tempat ini punya alasan lagi untuk di datangin. Namun sialnya perjalanan yang baru sebentar kembali di sambut olah hujan yang kembali meriuhkan kota ini. ya akhirnya perjalanan berburu tempat nongkrong aesthetic terbatas dan berakhir kabur ke hotel lagi. syukurnya hotel kami tidak terlalu jauh karena berada dipusat kota juga. namun krena hujan yang cukup deras benar-benar membuat kami mager keluar lagi dan berakhir keliling hotel mencari makan di mini market dan restoran siap saji di tempat yang sama. memang hotel ini dirancang sesuai kondisi iklim. Kami juga sempat mengintip roof top namun penampakan kosong dan view yang kurang mendukung membuat kami kembali mager akhirnya kami sebatas makan dan berakhir tidur yang didukung oleh cuaca yang bikin ngantuk