Ini Adalah salah satu dari sekian
banyak film yang cukup emosional bagi saya kala pertama kali menontonnya
terkhusus lagi kala sadar jikalau film ini dari kisah nyata. Film ini berkahir
saya rewatch lagi untuk saya review di blog setelah sekian lama mengendap terkubur
diingatan.
The Stoning of
Soraya Adalah film yang diadopsi dari sebuah buku yang berjudul “La Famee
Lapidee” yang berarti The stoned Women karya jurnalis
prancis iran “Freidoune sahebjam” buku ini merupakah kisah nyata
yang terjadi pada tahun 1986 Iran. Film ini akhirnya berhasil di rilis
pada tahun 2008 sekalipun sempat mendapat larangan penayangan di
sejumlah negara timur Tengah.
Adapun alur kisahnya
menceritakan tentang kondisi yang tidak stabil dengan Wanita sebagai objek
misoginis dan korban dari praktik patriaki kala itu yang terjadi di desa
Kuptan e Malu, Iran. Kisah dimulai dengan Soraya sebagai pemeran utama yang
menjadi seorang ibu dari 2 anaknya dengan bersuamikan seorang lelaki yang kebelet
nikah lagi, setelah segala kekerasan dan polemik yang telah dia lakukan kepada
istrinya, ia tidak mau menalak istri untuk menikah lagi karena akan ada tanggung jawab anak, nafkah iddah dan mut'ah jadi pihak si laki merasa rugi.
Kondisi
semakin rumit Ketika posisi daerah yang kental akan patriaki ini ternyata tidak
berpihak kepada wanita, beragam cara dilakukan sang suami agar bisa berpisah
dengan istri dengan aman ataupun tak aman.
Ia bahkan berani mengambil resiko dengan cara mengfitnah istrinya, scenario terburuk yang bisa membuat istrinya
juga meninggal karena hidup di negara yang menerapkan hukum islam (rajam) demi
bisa menikahi “wanita daun muda” yang jadi incaranya. Parahnya, sekalipun
beresiko besar yaitu sang suami jikalau ketahuan berbohong bisa ikut dieksekusi,
namun ia tetap tak bergeming dengan tekadnya
itu, bahkan sebaliknya kini ia semakin bertindak berani. Terkhusus melihat
posisi wanita tak punya suara di daerah tersebut untuk membela diri.
"Ketika fitnah menjadi hukum. “Rajam dan api unggun”
Saya yakin ada
banyak pro kontra dengan film ini dengan segala asumsi yang bertebaran liar. Pastinya
ada yang menyebut film ini kospirasi untuk menjatuhkan islam atau alat propaganda
baru kepentingan beberapa pihak yang ditambah drama berlebihan agar lebih
tragis. Padahal itu adalah kejadian pelaku yang memanfaatkan agama dan itu juga
terjadi di agama lain, selalu ada spesies yang sama. Karena
faktanya pada zaman Rasulullah pun rajam cuma pernah dilakukan sekali dan
itupun poisisi wanita itu sendiri yang datang meminta di rajam setelah mengaku
berzina, bahkan posisi kala itu nabi tidak langsung menerima pengakuannya dan
memalingkan wajah, Wanita ghamidiyah tersebut datang berulang kali dan dan
bersikukuh sampai memberi tahu ia telah hamil. Sebagaimana termaktub dalah hadis Dari budaidah
r.a
“Mengapa
engkau menolakku? Mungkin engkau ingin menolakku seperti engkau menolak Ma’iz,
Demi Allah aku hamil.”
Akhirnya Rasulullah
meminta ia melahirkan anaknya dulu dan bahkan setelah melahirkan ia Kembali meminta
dirajam Rasulullah menyuruhnya untuk menyusuinya dulu sampai anak berumur dia tahun baru setelah semua tuntas ia bertanya Kepada penduduk siapa yg berkenan merawat anak tersebut untuk memastikan kondisi, sang wanita benar-benar
telah selesai dengan semuanya urusan dunianya dan kekhawatiran terhadap kondisi masa depan anaknya pudar. Sejauh itu perlakuan islam memastikan keadaan ia kedepannya. Bahkan bukan sekedar terpenuhi hak sebagai wanita tapi juga diberi kesempatan menjadi ibu kala itu. Sehingga tidak bisa dijadikan landasan film ini untuk
menjatuhkan islam karena praktiknya misoginis tubur liar di setiap wilayah tanpa
melihat penganut daerah tersebut, contoh di negara bukan penganut muslimpun
seperti eropa misoginis dan pratriaki tubur subur. Sehingga akan mudah kita
temukan orang memanfaatkan agama hingga budaya dalam menekan wanita jikalau mau
diselidiki. Baca juga Review movie "The great kitchen" Cara membungkam wanita
Adapun sebagai Contoh di negara eropa tepatnya di kisaran 1400-1750 dengan puncaknya di kisaran 1550-1650 dimana muncul istilah witch hunts untuk menyingkirkan mereka yang dituduh sebagai penyihir dengan korban 78% Adalah Wanita dengan status janda, Perempuan tua, Perempuan miskin sampai Perempuan yang vocal. Kejadian ini terjadi paling parah di Kawasan Eropa yaitu jerman, swiss, perancis skotlandia, belanda, eropa timur dengan pemicu utamanya yaitu wabah penyakit (black death), agama, patriaki dan buku Malleus Maleficarum, dimana berapa point yang ditonjolkan dalam buku karya Heinrich Kramer tersebut ialah, penyihir kebanyakan Perempuan, mereka mudah tergoda, dan emosional. Buku tersebut bahkan memberikan penjelasan gimana cara menyiksa agar mengaku dan mematikan para penyihir agar tidak bisa bangkit lagi dengan cara dibakar, ya begitulah misoginis membunuh perempuan. Maka tak heran ada yang menyebut fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan kan?
Dari penyihir hingga penzina pola yang sama untuk fitnah Wanita.





No comments:
Post a Comment