Akankah banjir kali ini salahin konser yang sudah di cancel dan tak tampil lagi? Jujur ini Adalah fenomena unik kala setiap musibah terjadi di Kawasan Aceh. Seakan alam mengazab pada setiap acara atau kejadian yang diprediksi bakal menjadi lahan “maksit”. Namun kali ini mari kita bedah dengan nalar sekuler untuk mencari penyebab lain kenapa kajadian separah ini.
 |
| Banjir di kawasan Aceh, Kembang tanjong, beureunuen |
Dalam seminggu ini hujan tak jera membasahi bumi Sumatra dan sekitarnya. Rumah di bikin kuyup tanpa sempat kering karena hujan yang berlarut datang tiap hari. Terkhusus di Aceh lampu ikutan mogok sampai jangka waktu 12 jam lebih bahkan mungkin untuk beberapa Kawasan sampai 20 jam karena lokasi yang lebih susah aksesnya. Listrik padam, jaringan hilang, Tiang Listrik runtuh di sapu banjir longsor, jembatan putus, bahkan menara patah semua terjadi beriringan tanpa jeda seakan azab kaum Sodom. Orang kesulitan mengabari atau mencari tahu. Akses terputus! Bukan sekedar untuk contact telpon tapi untuk mengantar bantuan jalur daratpun tak bisa kini ditambah debit hujan yang bikin orang mengungsi ke atap rumah sunggu melarat masih dengan ketinggian banjir di beberapa tepat yang hampir seatap juga. Benar-benar bencana nasional yang saya belum tahu apakah sudah diumukan.
Namun sejujurnya
untuk Kawasan aceh dan Sumatra utara yang berada para tepi Kawasan ekstrim
memanglah akhir tahun selalu disambut dengan cuaca begini. Hujan dan petir yang
bersahutan memang menjadi penutup akhir tahun yang sebernarnya sudah normal
namun siap duga sampai banjir longsor separah kali ini bahkan ada 30 korban
yang meninggal yang telah ditemukan di Kawasan sumatra. Tentu timbul pertanyaan…
kenapa bisa begini.

Fenomena kali
ini sebenarnya Adalah investasi jangka Panjang terhadap apa yang telah kita
perbuat pada alam. Hutan yang dibuat mandul akhirnya menjelma menjadi bencana
baru. Tidak ada lagi yang menahan air dan akhirnya Banjir longsor terjadi
setelah beribu kali peringatan untuk menjaga alam diidahkan. Sepertinya
terlihat sulit untuk tidak menebang hutan dan memilih mengubah hutan jadi
ladang sawit. Tidak sekedar warga tapi Perusahaan dan para kapitalis yang
dengan leluasa berkarya padahal posisi sendiri tinggal diluar daerah dan luar
negeri, alam dijarah di keruk sedemikian liar dan brutal tapi Ketika kejadian
seperti ini mereka aman dengan posisi diluar negeri. Masyarakat individual pun tak kalah kacau, kala pasang
badan membela para pengusaha dengan cara berdemo ke pemerintah Ketika melakukan
penebangan emas dengan alat berat. Beberapa yang lain bahkan menjual kawasan
hutan lindung secara illegal untuk disulap jadi ladang sawit dan tempat tinggal
kemudian berlanjut update video tiktok dengan caption perintis bukan pewaris
dengan hastag #tokesawit. dan ternyata itu belupun belum cukup untuk pemerintah pun ada juga yang membuat gebrakan dengan berniat Deforestasi, yaitu Pembukaan lahan untuk kebun sawit, pertanian, atau tambangPembangunan jalan dan pemukiman. Akibatnya hutan jadi berkurang, hewan kehilangan habitat, cuaca makin panas, dan risiko banjir meningkat.
Harus bagaimana kini? Menyalahkan konser lagi
atau rakyat atau para pengusaha kapitalis atau bahkan pemerintah sendiri yang merongrong semua alam kita untuk memperkaya
diri. Sementara itu gajahpun kini mengungsi diusir sebagai tuan rumah asli yang
telah semakin minoritas posisi seperti kisruh keributan di taman nasional ujung tilo. Padahal posisi harimau yang sudah berulang kali
keluar dari hutan saja sudah jadi pertanda jikalau habitatnya telah rusak
parah, babi yang rantai makanan harimau dimusnakah oleh kita karena di anggap hama,kambing
hutan diburu dan sembelih, harimau akhrinya mati dijerat kala keluar kebun dan
memangsa ternak warga. Akhirnya hutan lebih leluasa di bedah karena tidak ada
predator alami lagi. Pada akhirnya alam sendiri yang ambil sikap, sepertinya
memang benar azab tapi bukan konser sebagai kambing hitam.
#Bencanaalam #sumatra #sumbar #aceh #sumut
No comments:
Post a Comment