Akhirnya ceklish Pulo Aceh
Inia lutarfus
January 18, 2019
12
First
Alhamdulliah atas keberhasilan untuk menceklish target no 38. Masih ingat kala
keindahan pulo aceh yang tergambarkan dari kisah teman yang baru pulang dari
sana hingga berlanjut cerita dari kakak yang mempunyai kegiatan dari sana, hal
tersebut mendasari saya untuk menambahkan target baru setelah Sabang Yaps Pulo
Aceh. dan sekarang kesempatan tersebut telah terceklish melalui kegiatan dari PRIMA
DMI (Perhimpunan Remaja masjid Dewan masjid Indonesia.)
Sejujurnya
saya tidak menyangka jikalau perjalanan ke Pulo Aceh ini merupakan bentuk lain
dari reqruitment keanggotaaan, semula yang terlintas cuma sekedar pelatihan
kepemimpinan dasar (Leadership Basic Training/ LBT.) jadi kala itu saya hanya
berpikir perjalanan ini sebatas target memenuhi ceklish saya juga karena faktor
saya suka terlibat banyak kegiatan, oya penyebab lain juga karena fee 25k dan itu murah banget karena
harga asli jikalau ikut jasa tour sampai 200 apalagi ini makanan dan tempat
sudah termasuk hoho. Selama keperluan awal hingga pulang saya menghabiskan
uang tidak sampai 100k padahal disana selama tiga hari. Aha Kalau kata orang rezeki
anak sholeh kali yak.
Kala
itu saya berangkat hari jumat, dan sejujurnya kemungkinan untuk berangkat hanya
25% faktor tidak ada yang mengantar. Sempat pasrah sebelum teman dalam keadaan
hujan mengantar saya. (Hiks hiks terharu) makasih banget Fitrun.
Keberangkatan
jam tiga seperti halnya jam karet membuat kami sampai disana cukup sore, dalam
perahu yang terombang ambil hujan rintik membuat saya kedinginan karena
lupa bawa jaket dan keperluan alakadarnya. Belum lagi melihat pemandangan
people people muntah dengan mie mengendap didalam perahu uh, (niat gak mau
muntah jadi mules) kebelet pipis dengan kodisi Wc di bagian kawasan anak cowok
membuat saya hoyong. Berharap segera sampai ke lokasi. Tapi saya cukup menikmati perjalanan kala
akan sampai dengan view yang cukup memukau yaitu saat sunset mulai terlihat dan
beberapa pulau dengan pesisir yang bersih dan senyap dari keramaian (serasa
pengen nyeplung kalau misal bisa berenang eh.)
Dan
akhirnya sampailah kami dilokasi, sejujurnya saya melihat tempat ini jauh dari
harapan layaknya sabang, karena memang betul fasilitasnya cukup kurang memadai, jalan
tak beraspal, bolu bertebaran dan
kendaraan terbilang langka. Aih tapi saya mencoba menikmatinya toh ini baru
pembuka atuh. Saya pun yang masih kelelahan harus berlanjut dengan berjalan kaki
karena kondisi memaksa, dan sejujurnya itu cukup melelahkan setelah perjalanan
dua setengah jam terombang ambil dilautan sore.
Dan Sesampai
disana kemah yang diposter berubah jadi selayaknya tenda pengungsian, kembali
kekecewaan muncul tapi saya kembali berpositif thinking. Karena jikalau tidak
saya langsung tak betah ditempat ini, bersyukur kami berada lokasi kawasan
patroli polisi alhasil mandi bisa disesusaikan hehe. Tak lupa juga dengan kondisi yang
sedang cuti shalat membuat saya bisa ekstra kosong jam dengan tiduran sehingga tidak cukup melelahkan. Tapi pada sisi lain saya tidak bisa kemana mana, selain
kawasan tenda eh kemah maksutnya hadeuh . Saya hanya bisa memilih mandi karena belum
ada antrian kala orang sedang shalat. Hingga berlanjut mulailah aktivitasnya. eh gambar dipinggir ini sudah yang lumayan saya dapat ya.
Kamipun
punya banyak kegiatan setelah pembukaan mulai dari pembagian kelompok materi
hingga cari kayu bakar, dan momen kala cari kayu bakarlah moment terbaik karen
kami bisa kepantai, sungguh kondisi yang sangat menyenangkan kala bisa keluar
dari kawasan tenda karena bisa melihat laut lepas dengan sunrisenya. Oya moment
lain yang berkesan yaitu kala api unggun dinyalakan dan berlanjut dengan segela
atraksi gila dari peserta. Dan malam terakhirnya berlanjut dengan tradisi
kuno yang masih bertahan hingga sekarang yups jeritan malam. The most i hate
ketika mereka berbicara sampai muncrat aish, Tapi kondisi lain yang saya
syukuri itu adalah malam terindah selama 21 tahun umur saya, karena tidak pernah
saya menemukan bintang semeriah malam itu INDAH BANGET, sumpah. Mungkin
ditengah laut jadi begitu ya.
- Oya pulo Aceh sendiri baru ada setelah Tsunami 2004 sehingga umurnya masih terbilang muda dan jauh dari keramaian jadi jangan berpikir selayaknya jalan jalan ke sabang yang bisa beli buah tangan. Masyarakt disana umumnya berprofesi sebagai pelaut atau petani, dan kala saya dapat kesempatan untuk keluar mencari makanan saya menemukan anak kecil yang menjemur anak cabai (bukan cabe cabean ya) untuk diproses lagi sabagai pokok nantinya. Selain fasilitas yang masih kurang jumlah penduduk juga terbilang sangat sedikit, (apalagi bangunan) saya bahkan menghitung tak sampai sepuluh kereta nongol kala perjalanan keluar untuk mencari jajanan. Tapi hal itu tidak menjadi masalah karena jumlah masyarakat kawasan sini cukup ramah dan terlihat cukup bisa beradaptasi dengan pengunjung atau turis hal inilah yg membuat daerah ini hidup.
Dihari
terakhir sebelum pulang kamipun mendapat kesempatan untuk berwisata sejarah ke
mercusuar William Toren III pesona laut yang terlalu indah jika kami tak
mengunjunginya, rugi kalau kata orang sudah ke pulo Aceh tapi tidak sampai
kesini. Akhirnya berangkatlah kami jam sepuluh sebelum jam tiga lewat pulang ke banda
aceh lagi. (hoho selamat kembali kedunia nyata) Perjalanan menuju ke Mercusuar menghabiskan waktu kurang lebih satu jam dengan jarak tempuh
mobil, jalanan yang dilewati mempunyai banyak tanjakan dan sesekali juga harus
berpacu pada jalanan yang cukup rusak
dengan kondisi terjal yang lumayan parah. Lokasi yang kami lewati pun
cukup masih cukup alami maknanya setelah melewati berapa perkarangan kampung
kami memasuki kedalam hutan yang jarang terlihat people people nya, bayangkan kalau jalan sesepi ini kempes ban atau sejenis mogok mobilnya, Hmm tidak bisa dibayangkan deh.Tapi syukurlah kami sampai pergi dan pulang dengan selamat tanpa ada hambatan dalam perjalanannya.
Dan akhirnya tibalah kami di mercusuar willian toren III. Yes pulo Aceh Ceklish |
Menara Willem Toren sendiri berada di balik
hutan Gampong Meulingge, Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar. Yang mana merupakan
menara peninggalan
Pemerintah Belanda yang dibangun 1875. Mercusuar ini mengadopsi nama dari Raja
Luxemburg kala itu, Willem Alexander Paul Frederik Lodewijk (Raja Willem
III). Adapun tinggi menara yaitu 85 meter dan hebatnya hanya ada tiga di dunia. yaitu Selain di Pulo Aceh, tower serupa juga berada di Belanda
dan Kepulauan Karibia. Namun yang di Belanda sudah difungsikan sebagai museum,
sementara dua lainnya masih aktif hingga sekarang.
Kini usia menara ini telah lebih satu abad,
tempat ini telah menjadi situs purbakala didesa Meulingge ini. Sungguh suatu yang tidak terduga akhirnya bisa melihat dan bahkan menaik tower ini. Oya untuk menaiki
mercusuar ini saya harus melewati anak tangga yang berjumlah ratusan dengan ketinggian yang
cukup fantastis untuk diukur, Namun semua itu akan terbalas ketika kita sampai
tepat diatas puncaknya. Terutama kala sunsset muncul. kyaa sugoi!!