Kapan terakhir mudik?

Ini tulisan yang cukup nostalgia karena saya sampai lupa kapan terakhir saya mudik, tapi seingat saya waktu kuliah kalau memori saya berjalan baik atau  nggak mode sedang error.
      Sejujurnya kampung halaman bapak saya itu tidaklah jauh hanya berjarak 3 jam dari tempat tinggal kami saat ini atau mungkin bisa jadi lebih cepat karena sudah ada tol tapi kayaknya nggak ngaruh banyak sih karena belum selesai, nah bercerita tentang mudik ini menjadi salah satu kenangan masa kecilnya saya yang paling baik, saya suka pulang ke kampung halaman bapak saya walau hanya sebatas naik motor bonceng 3. Bukan sekedar karena saya punya visual baru, tapi perlakuan yang cukup ramah sehingga saya sangat dekat dengan keluarga pihak bapak. 

     Saya masih teringat waktu kecil ketika mudik dengan kondisi bonceng 3 di mana perjalanan saat itu sangat berbeda dengan sekarang, kondisi jalan yang masih sangat dingin di daerah Seulawah membuat saya memakai jaket sangat tebal kala itu, belum lagi dengan kondisi di gunung salawah yang dimeriahkan dengan penampakan monyet-monyet yang menunggu empati manusia untuk dilemparkan makanan, ibu saya suka membawa makanan lebih, khusus untuk di berikan buat monyet-monyet itu. Kami sesekali berhenti kalau melihat kerumunan mereka, ini seperti destinasi wisata yang murah meriah hanya bermodalkan makanan atau cemilan. Tak lupa pemberhentian untuk peristirahatan sejenak ketika dalam perjalanan ada salah satu tempat yang menjadi pelarian saya ketika berhenti ia menjadi sebuah tempat langganan yang selalu saya kunjungi, karena ada beragam mainan-mainan lucu yang ingin sekali saya beli, ibu saya sudah tahu saya  bakal lari ke sini beliau selalu menyusul saya setelah membeli jagung atau bingkisan oleh-oleh ke kampung halaman nanti, bukan untuk membeli ya tapi untuk memastikan Saya tidak mengambil dulu karena waktu pulang saya pasti kesini lagi jadi seperti memastikan cukup thr  melihat-lihat yang bakal saya pilih nanti hmm kalau diingat memang lucu sekali. 
        Kampung halaman saya ini masih sangat sederhana perumahannya didominasi oleh rumah-rumah panggung. Dulu waktu saya kecil saya ingat sekali, karena jarang banget orang yang masih punya TV Saya mengadu kepada ayah ingin nonton televisi akhirnya ayah saya membawa ke rumah tetangga yang punya TV di sana, nah itu itu di luar perkiraan saya ternyata ada orang lain juga yang numpang nonton di situ padahal malam kejadiannya, kondisi lain di sana masih sangat sederhana perekonomiannya jadi ketika saya ke sana saya diajak ke pasar tradisional tapi saya suka karena di sana ada juga jual mainan anak-anak selain karena saya bisa eksplor tempat baru lagi,  Selain bermain ke bukit di kebun saudara bapak. 
 Kondisi sudah berubah
   Sekarang lebih tepatnya di saat covid pertama kali datang, nuansa lebaran itu hilang. Tidak ada mudik, silaturahmi pun terbatas bahkan vibes lebaran pun mulai hilang dan kondisi sekarang pun mulai semakin menjadi, ya setelah keluarga yang sudah terpecah menikah dan juga yang merantau akhirnya mudik pun terlihat asing di keluarga kami. Bahkan yang rantau pun belum tentu pulang kampung. Terakhir mudik ketika kuliah dan itupun suasananya udah mulai terasa berbeda.. perumahan dan wajah orang pun mulai terlihat Asing untuk diingat dan dikenali, rindu tapi mungkin nanti mudiknya sudah beda lagi. Entah mungkin dengan keluarga sekarang atau keluarga baru nanti...

No comments:

Post a Comment