Kuliner yang tidak punya ranting jelek di Gayo


Berburu kuliner memang telah menjadi bagian hobi saya tapi sejujurnya untuk membuat review secara langsung di blog ini adalah pertama kalinya. entah bagaimana rindunya akan rasa masakan ini membuat saya wajib mengenangnya  disini dan berharap semoga bisa mampir mencicipinya lagi suatu hari nanti.

    Ketika pertama kalinya saya menapaki  diri di tanah Gayo, banyak pengalaman berkesan yang saya temui. Daerah ini ternyata bukan hanya menyimpan begitu banyak tempat indah selayaknya alamnya yang begitu cantik, tapi juga  makanannya yang tidak kalah menarik sehingga saya rasa wajib memulai ulasan kali ini yang dimula kala mengikuti kegiatan EEJ (Ecofemisim & enviromental journalism ) yang  diselenggarakan oleh @perempuanleuser. Kegiatan ini mengantarkan saya ke salah satu tempat makan di kawasan Kedah, Gayo lues. Tempat ini masuk rundown acara makan siang kami yang ternyata baru bisa di datangi ketika sudah ashar, efek padat kegiatan jadinya jam makan bergeser. Saya tidak punya gambaran sedikitpun ketika mencari tahu tentang tempat ini tidak ada review di blog dan tidak ada akun Instagram yang mendukung sehingga ekspektasi saya tentang tempat ini sangat buram. Siapa sangka ketika saya sampai di sana ini betul-betul menjadi kejutan.


    Pandangan pertama saya ketika melihat tempat makan ini ialah seperti balai pengajian Dayah entah kenapa bayangan saya ini betul-betul jauh sekali diluar ekspektasi kali ini, karena sebelumnya kami makan di sejenis tempat yang cukup ramai di pusat kota dan ala-ala tempat modern yang estetik juga untuk photo tapi ini berbalik dari sebelumnya, tempatnya berada di bukit yang letaknya sangat berjarak dengan pemukiman tidak ada satupun pengunjung lain di sini.     Dihimpit oleh pemandangan alam dan bukit yg meramaikan kediaman yg sangat hening, saya langsung berpikir kenapa lari kesini, karena umumnya ketika masuk bagian dari rundown sebuah acara layaknya tempat wisata atau tempat makan, biasanya ini juga masuk salah satu pertimbangan dalam bentuk promosi daerah tersebut. Sehingga saya berpikir akan dibawa ke tempat yang saya cukup ramai, saya gk berharap restoran mewah tapi sangat iconic dalam artian ramai banget orangnya, selayaknya kalau di Aceh besar di kawasan blang bintang tempatnya biasa saja tapi mobil dan motor kesulitan cari parkir saking iconicnya, tapi ini  malah kami doang jadi agak heran mulanya. Bayangan saya pertama ialah ini tempat hidup segan mati juga enggan. Cuma karena lapar lamunan itu langsung hilang dalam sekejap. 

    Ketika masuk kedalam saya disambut oleh banyaknya gambar berjejer memenuhi dinding ruangan yang cukup bervariasi, saya mulai memperhatikan setiap pojok dengan seksama yang ternyata setiap photo menunjukan indikasi orang penting, barulah saya mulai ngeh jikalau banyak juga orang penting yang sudah mencicipi hidangan disini. Hal ini membuat saya semakin penasaran terutama ada tokoh nasional layaknya mantan menteri agama juga sudah sampai ke sini.


Makanan terhidang dengan jamuan yang cukup beragam jenis, ada  nasi yang dibungkus daun pisang, sop bebek, telur ayam tapi versi di dadar dalam daun pisang, kemudian ayam kampung dan terasi sebagai teman celupnya selain kerupuk khas disana. Saya terlalu pikun untuk mengingat nama hidangan dan satu-satunya ingatan saya hanya Kero Tum - Kurik jeret karena sempat saya abadikan dalam bentuk photo yang di pampang di dinding. Semua makanan membuat kami yang mula berisik karena kelaparan menjadi senyap hening dalam jamuan, rasanya juga benar-benar diluar ekspektasinya terkhusus bagian sop bebeknya, rasanya sangat nikmat dan pas, warna sop yang sangat cantik di barengi rasa pedas kuah dan lembutnya daging bebek memeriahkan lidah. Sejujurnya saya kurang suka dengan bebek tapi setelah ke tempat ini saya berburu resep sop bebek yang mendekati persamaan rasa dengan yang disini dan hasilnya nihil hehe saya kapok berburu resep berharap bisa kesini lagi untuk mencicipinya walau terbilang sedikit persentase untuk bisa kesini lagi. 

Teman-teman saya juga semua memuji dan menyukai sop bebeknya( kecuali satu orang dia benar-benar tidak menyentuh satu sendok pun seakan punya alergi bebek), sedangkan teman-teman lain setengah kepedasan memuji berulang kali rasa makanan ini sampai tidak sadar ada yang nambah bagian teman yang tidak menyentuh bebeknya. Telur yang di dadar di dalam daun juga sangat pas dinikmati dengan sambal terasi, pedas-pedas gurih. Ini membuat kami melupakan bagian ayam karena sudah jadi pecinta bebek dalam sekejap. Makanannya tidak banyak menu, tapi benar-benar membuat kami terkesan sehingga bisa di sebut tempat kayu tapi perihal rasanya boleh di adu.  

Setelah kekenyangan kami terdiam sejenak sebelum sesi selanjutnya dimulai, ternyata pemilik tempat mengajak photo, disinilah saya sadar sepertinya photo kita juga bakal di print dan di pampang haha. Kami berkumpul untuk mengenang menjadi bagian dari orang yang pernah mencicipi tempat ini. Beberapa wajah yang sudah kembali ke setelan pabrik memperbaiki tampilannya yang mulai kusut, ada yang kembali memakai lipstik ada juga yang memperbaiki tampilan jilbabnya yang mulai gedubrak berantakan.  Akhirnya sesi makan siang pun telah berakhir dengan segala judge by the cover  yang saya lakukan dari pertama kali melihat tempatnya.  hihiks maafkan hamba ya Allah.

Dalam perjalanan pulang saya kembali teringat untuk mencari tempat ini di google maps dan tara akhirnya saya menemukan info tempat ini, kebiasaan mengisi ulasan di tempat kunjungan baru akhirnya membuat saya menemukan informasi lebih tentang tempat yang ternyata tidak punya ranting jelek!. Walau tempatnya yang cukup sederhana dan tidak ramai nyatanya sang pemilik usaha ini berhasil menjual rasa dari kulinernya yang begitu nikmat sehingga orang-orang betul fokus ke makanannya. Tempat ini juga ternyata hanya di buka jikalau ada yang memesan terlebih dahulu jadi alasan kenapa saya tidak melihat pengunjung lain satupun disini akhirnya terjawab juga, mereka juga tidak punya cabang dan hanya ada di gayo. Sayangnya untuk harga tidak tertera karena kami makan dalam  keadaan yang sudah di pesan jadinya tidak ada detail informasi lagi yang bisa temukan. #food #foodblogger #kuliner #mukbang #makanan #rekomendasitempatmakanan




















19 comments:

  1. Eh iya ya lihat di gambar pertama saya kira malah seperti (maaf) kandang gitu
    Ternyata dalamnya itu nyaman juga. Semuanya diatur buat lesehan ya?
    Dilihat dari gambar sajian makanan juga wah menggugah selera semua itu

    ReplyDelete
  2. tempat makannya asyik banget itu. berasa banget suasana desa-nya. kayaknya betah di situ, bukan cuma makan aja, tapi ngadem juga enak

    ReplyDelete
  3. Saya deketan sama tempat makan yang lesehannya ala kadarnya banget. Tapi laris manis minta ampun karena lokasinya di pinggir sawah yang sejuk dan luas. Poin utamanya ada di variasi dan rasa menunya sih. Harga juga bersahabat.

    ReplyDelete
  4. Traveling dan kulineran itu sepaket bangeet. Asyik banget deh kak ke Gayo. Kalau udah traveling pasti banyak bahan buat tulisan

    ReplyDelete
  5. Saya takjub dengan konsep tempat kuliner ini, Kak. Apakah di daerah Kakak cukup banyak tempat unik seperti ini? Mungkin suatu hari kita bisa ngobrol di medsos karena saya suka menulis fiksi tentang kearifan lokal, Kak.

    ReplyDelete
  6. Wah, ini betul-betul traveling yang sesungguhnya ya Kak. Mencoba makan di tempat yang memang khas lokal. Awal saya baca tulisan ini, saya pun beberapa kali zoom tempatnya, tapi melihat makanannya, wah, selera makan langsung muncul. Menurut saya hidangannya juga bagus penyajiannya. Mudah-mudahan kapan-kapan ada kesempatan saya untuk bertandang ke Serambi Mekkah ini juga ya.

    ReplyDelete
  7. Aku malah suka makan di tempat lesehan seperti itu dengan menu yang dibungkus dedaunan. Eh tapi apakah maksudnya 'ranting' itu rating, soalnya yang kepikir oleh saya pertama kali adalah ranting pohon?

    ReplyDelete
  8. tempatnya beneran tidak representatif ya mbak sebagai tempat makan. kalau dari luar maaf kayak kandang gitu. tapi kalau tempat makannya cuma buka pas dipesan berarti nggak buka tiap harikah?

    ReplyDelete
  9. tempatnya otentik banget, mirip kayak pondok rumah makan di area tepian pantai nih

    ReplyDelete
  10. Makanannya menggugah seleraaaa. Warnanya menarik dan Full bumbu nampaknyam ku sukaaa. Btw unik bgd ya, buka kalau ada yg pesan.

    ReplyDelete
  11. Rumah panggung ya tempat restorannya. Unik sih dibandingkan restoran lain . Menu yang disajikan menggunakan tradisional , daun pisang dan sambal terasi juara

    ReplyDelete
  12. Makanan nya bikin ngiler euy, tpi penasaran sama harganya range berapaan.

    ReplyDelete
  13. ranting itu maksudnya rating kan? saya dulu pernah ke aceh, dan rating cukup membantu saya utk menentukan mau makan dimana terutama di daerah orang yg gak tau mana yg bagus dan enak, klo dah tau yg rating bagus, saya biasanya tanya temen sekitar situ, dari pilihan yg rating bagus2 ini mana paling enak dan nyaman.

    ReplyDelete
  14. Lumayan beragam juga variasinya nih dan begitu menggoda selera melihat foto-fotonya. Sepertinya saat kunjungan liburan kesana harus coba deh singgah icip-icip kuliner di tempat ini.

    ReplyDelete
  15. Aish, auto laper lagi dong baca tulisan ini. Kebayang banget lezatnya, jadi pengen ke sana deh kk

    ReplyDelete
  16. Tempatnya sederhana banget ya mba, nama Tempatnya gaya lues ini berarti sudah ada di google map ya? Penasaran juga nih sama rasanya

    ReplyDelete
  17. Asik suasananya kak
    Makan di sana, terus hidangannya pun juga pakai alas daun pisang, jadilah makin sedap buat disantap sambil ditemani semilir angin

    ReplyDelete
  18. Suasana tempatnya makannya berasa lagi di desa nih jadi bisa terobati kalau lagi rindu kampung halaman saat makan disini kapan2 boleh jiga nih dicobaa

    ReplyDelete
  19. Wah, hebat yaa..
    Ini yang dibutuhkan dari sebuah usaha kuliner. Terlepas dari ramai atau tidaknya, orang punya kenangan baik sehingga memberi penilaian dari hati. Penasaran banget benernya sama Kero Tum - Kurik jeret. Namanya kok uniiik..

    ReplyDelete