Saya tidak tahu kenapa perjalanan dalam wisata alam selalu ada moment menarik yang bikin berbekas untuk tidak ditulis, dahulu ada teman yang hilang kala pendakian ke glee botak, kala ke air terjun peucari ada yang motor kempes ban plus lampu motor mati dalam kondisi hujan di rimba raya saat malam hingga kali ini, drama hiking yang bikin sandal mode minta makan bikin luka kaki dan berdarah.
Perjalanan kali ini terhitung waktu yang paling lama di pendakian ketimbang hikking sebelumnya, saya langsung menyapa gpt mencari tahu trek waktu dan info yang berkaitan, bisa disebut kurang lebih 5 jam perjalanan pp yang membuat saya maju mundur karena sekarang musim hujan, duh mau cancel uang hangus. gak ridho banget in this economy. Akhirnya dengan segala kesiapan yang dipaksa untuk kuat hikking setelah menahun lama gk olahraga, saya pun berangkat dengan numpang motor adik pergi kerja sebelum bertemu mei menuju ke lokasi. yang bakal menjadi meeting point.
Kami tiba di posisi menyusul dengan tiket masuk 5.000 perjalanan menuju keutapang sendiri melewati jalan yang tak mulus dan banyak berbelok juga. Lokasi yang memasuki ke pendalaman tapi bukan pelosok banget banyak orang pergi kesini menuju ke wisata alami baik untuk ke lhok ketapang atau ke ujong pancu yang menjadi tempat favorit untuk wisata makan mie. Akhirnya saya dan mei tiba di kerumunan yang berada dalam posisi siap siaga berangkat, penampakan di meriahkan oleh para wanita yang ternyata ada yang lebih tua dari saya (sempat berpikir kami yang paling tua) ternyata banyak juga wanita di atas 30an yang senang menantang diri untuk leg day lagi. ah ternyata ada juga yang juga yang bapak-bapak siapa sangka.
Seorang wanita keluar dari mobil dengan mengendong bayi yang berumur kisaran 7 bulan, saya pikir beliau mengantar suami, siapa sangka beliau adalah peserta! mungkin diluar daerah kejadian demikian terlihat biasa saja, tapi ini perdana bagi saya mendapatkan penampakan demikian. wanita ini bukan sekedar mebawa balita tapi seorang anak laki-laki berumur 9 tahun, posisi yang cukup menantang karena ternyata mereka mandiri berdua pergi alias suaminya tidak ikut, tas ransel kecil di bawa oleh anak lakinya sempat membuat saya curiga "apakah beliau sudah tahu rutenya dan hanya modal satu tas anak dan tas bayi untuk 3 orang, nekad sekali kalau benar" siapa yang tega melihat wanita membawa bayi dan tas sekaligus, syukurnya ada seorang bapak yang menawarkan memegang tentengan yang sebelumnya saya pikir peserta juga, oh ternyata beliau tour dari pihak kampungnya. yang pergi modal air mineral saja. Sekarang saya merasa lega, walau bukan saya disini pahlawannya tapi setidaknya overthinking saya berkurang.
Akhirnya group berangkat mendaki di jam 9, perjalanan di buka melalui belakang rumah warga sekitar yang disambut dengan kebun para warga. Orang bersuka ria menyambut pendakian yang belum ada gambaran curamnya trek tersebut, sholeh anak lelaki ibu tersebut maju barisan paling depan dengan gagahnya. adrenalinya terpacu deras dan melihat rute seakan enteng kala ditanya kalau capek berhenti ya, namun harga diri laki-laki seakan kenak jikalau berhenti. ia pantang beristirahat dan dengan lincahnya lanjut maju di saat berisan mulai ngosngosan 5 menit berhenti,. Sebuah kayu tak sakti sangat membantu saya kala pendakian melewati kebun masyarakat, treknya tidak lagi rendah tapi menaiki batu dengan posisi keminggiran yang lumayan. saya mulai lebih cepat capek, (maksudnya eh kemiringan) ketimbang mendaki gunung pinjakan tanah langsung. Berulang x kami berpaspasan dengan orang yang pulang bajunya hampir basah semua dan itu sudah bisa menjelaskan seberapa nanjak lagi kedepannya.
Saya semakin sering berhenti ketika menemukan posisi nyaman, berulang kali para panitia mengingatkan untuk meluruskan kaki karena bisa bikin kram jikallau di bengkok, orang-orang berhenti dengan sesekali berbasa basi, posisi ini membuat perbincangan alih-alih tarik nafas untuk mulai gerak lagi. Saya mendengar coleteh sang ibu tersebut, "ini gk seberapa saya pernah mendaki yang lebih lagi 20 tahun lalu" responya kala seorang bertanya "apa masih sanggup kak? Hal ini membuat saya penasaran pasti ibu ini pendaki senior kala muda belum punya anak, iseng akhirnya saya bertanya "pernah naik gunung apa saja kak, yang paling tinggi. Setengah ngosngosan beliau menjawab "gak ada yang lebih tinggi dari gunung penderitaan" jawabanya ini membuat kami ngakak sekaligus bangun lagi untuk lanjut mendaki.
Kata orang yang paling seru dalam sebuah perjalanan adalah proses tempuhnya. Kini saya mengalaminya, proses jalan setapak mulai bikin kaki saya dalam zona tidak nyaman kaki mulai pegal, saya bukan saja berhadapan dengan jalannya yang berbatu menanjak naik terus tapi juga kipas angin yang habis batrai belum setengah perjalanan, posisi gunung yang lebat membuat gerah padahal posisi semi cerah . Jujur saya sempat takut kalau misalnya kehujanan didalam hutan namun semi cerah saja sudah membuat mandi keringat gimana kalau cerah benderang. Akhirnya saya memcepat laju langkah dalam berapa meter dari posisi ibu tadi, saya melanju lebih gesit dengan sholeh seakan sedang balapan. energi anak lincah di buat serasa wanita menjadi wanita jompo ketika berjalan disampingnya. Tiba-tiba setengah puyeng kaki saya hampir tersandung namun sykurnya tongkat tak sakti tersebut menjadi penyelamat dalam saat genting yang membuat saya tidak jatuh. sialnya ialah sandal gunung saya mode minta makan kini.
Ini adalah ketakutan saya, bayangkan rute baru satu jam tapi sandal sudah mau hilang alasnya ketakutnya membuat saya memperecpat laju kini untuk mengkahirinya jalan menanjak yang sangat menganggu langkah karena posisi sandal yang sudah muka mulut, saya berjalan cepat setengah pincang persis seperti orang menginjak taik ayam. langkah saya percepat dengan harapan copot total di sana gpp deh nanti cari solusi. namun kaki saya mulai luka karena cara jalan saya yang tidak normal membuat gesekan kaki yang bikin merah. Sialnya lagi saya tak pakai kaos kaki akhirnya musibah bertambah, kaki saya luka dan kini murni saya berjalan setengah pincang. hingga suatu ketika kala tak kuat akhirnya saya mencoba ide konyol buka sandal dan berlaga layaknya akamsi namun rute bukan tanah atau tumbuhan membuat posisi tak tambah membaik ini cukup bikin sakit kaki ditambah tapak kaki saya lagi terkelupas juga sebelumnya sakit sekali cuma harga diri yang bikin gak nangis. Hati saya mulai gundah "Ya Allah" pendakian kali ini saya langsung yang mengalami kesialannnya. Akhirnya saya pakai lagi setengah menahan luka gesekan dan berjalan tetap makin cepat. tapak kaki saya mulai menghitam dan bergaris banyak layaknya orang terjun kesawah, benar-benar kacau balau.
Tentunya kondisi saya membuat langkah jadi lama, saya pun disusul berulang kali hingga bertemu lagi dengan mei dan bapak akamsi yang lupa saya tanyakan nama beliau. langkah yang lelah membuat saya juga bercengkrama dengan bapak akamsi, dari basabasi tersebut saya mengorek informasi yang penting gk penting amat, Misal info jikalau bapak ini dibayar 400 per/group terserah mau berapa orang. dan info lain bapak ini sebelumya berprofesi ini pernah bekerja di malaysia thailand dan singapur sebagai cooking hingga akhirnya pulang kembali ke kampung halaman.
Perbicangan tersebut membuat rasa sakit mulai beradaptasi, sekarang alih-alih perih luka kaki saya mulai gemetar karena trek turunan dengan posisi tahan sandal lagi, sebenarya untuk turunan bakal lebih mudah tapi karena sandal saya bertingkah akhirnya berimbas ke lutut saya serasa gemetar seperti orang belum sarapan. perjalanan satu jam kurang namun suara gelombang laut yang berkejaran telah terdengar, hal ini sempat membuat saya semangat sekalipun satu jam itu masih lama juga. siapa sangka setengah jam berlalu saya mulai kehausan dengan cadangan air saya titip keteman yang masih dibelakang. Saya kembali melambat sembari menunggu keajaiban, seketika seorang peserta lain sudah berhenti ini sudah masuk padang savana kalau mau ambil gambar sudah bisa mumpung belum ada orang. Riang mendengar tapi saya tak sadar hp juga saya titipkan ke tempat karena tadi lupa minta dia ambilin gambar saya lagi berpose. lagi-lagi.
Perbicangan tersebut membuat rasa sakit mulai beradaptasi, sekarang alih-alih perih luka kaki saya mulai gemetar karena trek turunan dengan posisi tahan sandal lagi, sebenarya untuk turunan bakal lebih mudah tapi karena sandal saya bertingkah akhirnya berimbas ke lutut saya serasa gemetar seperti orang belum sarapan. perjalanan satu jam kurang namun suara gelombang laut yang berkejaran telah terdengar, hal ini sempat membuat saya semangat sekalipun satu jam itu masih lama juga. siapa sangka setengah jam berlalu saya mulai kehausan dengan cadangan air saya titip keteman yang masih dibelakang. Saya kembali melambat sembari menunggu keajaiban, seketika seorang peserta lain sudah berhenti ini sudah masuk padang savana kalau mau ambil gambar sudah bisa mumpung belum ada orang. Riang mendengar tapi saya tak sadar hp juga saya titipkan ke tempat karena tadi lupa minta dia ambilin gambar saya lagi berpose. lagi-lagi.
Saya akhirnya bertemu mei namun nafsu untuk hunting photo di bukit savana tiba-tiba hilang seketika, orang bergerombolan datang tentunya tak bisa antri photo karna padang savanannya bukan milik bapak saya, Akhirnya saya tunda dan memilih kumpul dulu karena posisi tempat kumpul di pantai dengan taman savana ini masih terbilang dekat untuk di jangkau lagi kala gerombolan sudah sepi yaitu kisaran 200 meter. Akhirnya ide ini kami simpan rapat semoga tidak ada yang kepikiran sama juga nanti. Kami pun berjalan melewati savana dengan beberapa orang tetap maksa berpose di kerumunan, seketikan ada salah satu dari penitian dalam barisan yang bawa drone akhirnya ada sesi video ramai-ramai juga sembari jalan. riang sedikit walau frame muka kita seperti semut penampakan.
Langkah kami berlanjut, menuju tempat yang ditentukan beragam sambutan alam dan laut biru indah membasahi padangan, batu kerang bertabur riang bahkan ada yang merah seperti stroberi terlihat lezat kala lapar begini. Tenda dari pihak lain pun berdiri gagah dengan alat pancing yang berjemur terik siang kala itu, kami berlanjut jalan mengakhiri lelah sejenak sebelum agenda makan, sholat dan cekrek berlanjut. Bagian melelahkan sudah bergakhir sebentar.
Kondisi makanan yang sedang di siapkan membuat kami langsung cus untuk hunting di savana, beberapa juga hunting laut biru dengan sholeh yang ternyata masih punya stamina mencari keong lucu. orang-orang semua sibuk membuat kami merasa lebih lega berharap tidak ada yang kepikiran mampir ulang ke padang savananya. akal-akalan kami kali ini berhasil akhirnya kami dapat moment untuk photo tanpa harus antri. yess!
Sekembali dari sana kami lanjut makan dan berhunting ria di launtya yang bersih. Pasir putih dan langit cerah membuat padangan semakin indah, berapa kali juga kelompok membuat video drone untuk kebutuhakan makan stori dan yang lain lanjut melepas penatnya untuk persiapan pulang lagi. Akhirnya sandal saya menyerah, tapak yang menganga seperti tak dikasih makan Berakhir cerai juga. Pikiran saya kebingungan sandal mau minjam punya orang udah dipinjamkan duluan. sekarang pikiran saya kembali ke perjalanan pulang setelah kenyang dokumentasi.
Saya membalut kaki saya yang terluka sembari mengikat ulang agar tidak semakin parah kena gesekan, sandal saya kini tanpa tapak dan berharap talinya tetap bertahan sampai keluar dari hutan saya tak berharap banyak lagi, yang penting selamat keluar dan gk menjadi beban yang lain. kalau perjalanan awal saya terhitung yang lumayan cepat saya 100% yakin saya menjadi siput di waktu pulang. dan benar dugaan, saya urutan di belakang walau gk kali kebelakang karena yang terakhir panitia. yang mengherankan kami bertemu dengan para koko yang berlari dengan posisi cuma bawa ransel berukuran satu air saja, bapak akamsi menjelaskan mereka memang tiap minggu olahraga kesini dan tren olahrga baru memang cuma buat leg day jadi gk pakai tour lagi. saya terkejut karena posisi mereka lari bukan jalan seperti di jalan normal, posisi sedang mendaki gunung berbatu. kalian tahu yang mengherankan lagi, kami pertama bertemu mereka di posisi kami mau pulang di pintu savana dan mereka datang dan kedua bertemu lagi mereka 2 jam kemudian kurang lebih dengan posisi sama-sama perjalanan pulang. Perjalanan yang normalnya kami habiskan pulang pergi 5 jam ditempuh mereka cuma 1 jam setengah atau 2 jam paling telat. Merinding gk tu atau kami kebanyakan istirahat.
Posisi saya dan mei memang sudah pasrah kami akhirnya bersatu lagi dan juga dengan ibu yang mengendong bayinya, sholeh sendiri masih energic di depan makan tinggalah kami generasi sendi lutut gemetar dibelakang sekali, karna posisi pasrah dan lelet inilah akhirnya perbincangan terwujud beragam hal yang bikin saya capek dan luka terdistraksi dengan cerita para peserta lain "Itulah cepat banget qe jalan tadi kami dibelakang dengar cerita kisah ibu itu ternyata suaminya selingkuh dan sempat viral ditiktok kepergok di hotel x" lihat anaknya masih bayi kepikiran waktu kepergok lagi hamil , kasian kali" seketika saya langsung flashback dengan perkataan ibu tersebut "gunung penderitaan" akhirnya saya paham menyalami sedikit cerita yang belliau lanjutkan kala saya disitu pasti sangat sulit terutama sempat kebingungan posisi kepergok suami dengan kondisi tidak bekerja dan punya 4 anak. Pilihan untuk hikking mendistraksi luka mungkin memang opsi yang terbaik seperti halnya orang patah ati yang mendaki. salutnya si anak enteng sekalipun tak rewel walau posisi tak tidur. Alhamdulillah nya sekarang beliau sudah bangkit dengan tegar melewati posisi tersebut, beliau juga punya usaha jamu yang omset sehari 300-400. Rasanya merasa mendingan karena setelah sempat kebingungan setelah lepas dari hubungan toxic endingnya di beri jalan keluar berdiri di kaki sendiri. Ah efek ngerumpi ini membuat luka kaki saya sakitnya jadi tidak seberapa. Syukurnya kami keluar hutan sebelum magrib gk kebayang kalau magrib masih di rimba engan posisi ada bayi.
#traveling #backpacker #wisataoutdoor
begitulah kalau di alam yang tidak dikenal...... banyak tantangannya.
ReplyDeleteNamun sangat menarik, dan dapat dikenang sampai tua.
Thank you for sharing